Kontak

Senin, 27 Januari 2014

Good Governance dalam Sudut Pandang HAM



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Thomas Jefferson mengemukakan bahwa “the Governance ought be judged by how well it meets its legitimate objectives. For him, good Governance was the one who most effectively secures the rights of the people and the rewards of their labor, which promotes their happiness, and also does their will.” Menurutnya, pemerintahan yang baik seharusnya dinilai oleh seberapa baik memenuhi tujuan yang sah. Baginya, pemerintahan yang baik adalah orang yang paling efektif mengamankan hak-hak masyarakat dan imbalan kerja mereka, yang mempromosikan kebahagiaan mereka, dan juga melakukan kehendak mereka (masyarakatnya).
Dalam konteks dan pandangan Hak Asasi Manusia yang merupakan hak dasar setiap manusia menyatakan bahwa Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus
diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. I Wayan Puspa, S.H, M.Hum dalam sebuah paper yang berjudul “Substansi HAM” mengemukakan bahwa dalam kaitan dengan HAM, selain sistem ekonomi yang berpotensi besar menghambat kebebasan, juga kekuasaan negara yang bersifat otoriter, totaliter dan semacamnya sangat berpengaruh untuk mempersulit terlasananya HAM.
Oleh karena itu penulis menggaris-bawahi bahwa kekuasaan negara yang bersifat otoriter, totaliter dan semacamnya atau yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip dasar dari Good Governance dalam perspektif HAM bisa dikatakan tidak dibenarkan. Lalu bagaimana jika sistem pemerintahan yang ada bukan dikatagorikan sebagai “Good Governance”? Apakah sistem tersebut dapat melanggar HAM? Dan bagaimana pula pandangan HAM terhadap sistem pemerintahan yang baik “Good Governance”.
Makalah ini dibuat dengan melihat berbagai masalah atau konflik yang ada di tengah masyarakat. Masalah-masalah tersebut muncul disebabkan oleh sistem pemerintahan yang tidak berjalan dengan baik atau bahkan bisa dikatakan sistem pemerintahan yang tidak baik, bahkan sering bersinggungan dengan hak dan kewajiban atau dalam istilah populernya HAM. Penulis disini ingin memaparkan  apakah itu sistem pemerintahan yang baik atau biasa disebut Good Governance dilihat dari sudut pandang Hak Asasi Manusia.

B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah yaitu :
1.           Apakah pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) dan bagaimana dan bagaimana penjelasannya pada tataran Global.
2.           Apakah sistem pemerintahan yang baik “Good Governance”?.
3.           Bagaimana Pandangan HAM terhadap “Good Governance”?

C.      Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa yang dimaksud dengan Good Governance, bagaimana penerapan prinsip Good Goverenment dalam sistem pemerintahan dan bagaimana Good Governance itu sendiri dalam sudut pandang  HAM..


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan Seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut teori Hak Kodrati (natural human rights), HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut, selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable), artinya hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
John Locke. Pendukung hukum kodrati, berargumentasi bahwa semua individu dikaruniai oleh hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta yang merupakan milik mereka  sendiri dan tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh negara. Tetapi Locke juga mempostulatkan bahwa untuk menghindari ketidakpastian hidup dalam alam ini, umat manusia telah mengambil bagian dalam suatu kontrak sosial atau ikatan sukarela yang dengan itu penggunaan hak mereka yang tak dapat dicabut itu diserahkan kepada penguasa negara.
Pada intinya Hak Asasi Manusia merupakan Hak dasar setiap orang yang tidak dapat di ambil dan diganggu oleh orang lain.

B.       Pengertian Good Governance
Governance atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara. Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik sejak Woodrow Wilson memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi korporat dan lembaga pendidikan tinggi.
Wacana tentang “governance” dalam pengertian yang hendak kita perbincangkan dalam makalah ini -- dan yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan -- baru muncul sekitar 15 tahun belakangan ini, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional mempersyaratkan “good governance” dalam berbagai program bantuannya. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, terminologi “good governance” telah diterjemahkan menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tatapemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih.
Menurut Leach & Percy-Smith (2001) Government mengandung pengertian seolah hanya politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan pelayanan, sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Sementara governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat menangkap makna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.”
Mudahnya, dapat kita bilang bahwa governance merupakah seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan/kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu diimplementasikan atau tidak diimplementasikan. Karenanya, analisis mengenai governance kemudian berfokus pada aktor-aktor dan struktur atau sistem, baik formal maupun informal, yang terlibat dalam proses pembuatan dan pengimplementasian sebuah keputusan. Pemerintah hanyalah salah satu aktor tersebut, sementara aktor-aktor lain diluar pemerintah dan militer biasa dikelompokkan sebagai bagian dari civil society. Demikian juga, struktur formal pengambilan keputusan yang dimiliki pemerintah (rapat kabinet, sidang paripurna, dialog dengan warga, dsb.) hanya merupakan salah satu struktur yang mempengaruhi pengambilan dan pengimplementasian keputusan, sementara diluarnya mungkin banyak terdapat struktur-struktur informal (adat istiadat, mafia, KKN, dsb.) yang dapat mempengaruhi pelaksanaan maupun individu-individu dalam struktur formal tadi.
Good governance mensyaratkan 8 karakteristik umum/dasar, yaitu partisipasi, orientasi pada konsensus, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan inklusifitas, dan penegakan/supremasi hukum. Apabila diimplementasikan secara ideal, konsep ini diharapkan dapat memastikan pengurangan tingkat korupsi, pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara dari mereka yang paling lemah dalam masyarakat didengar dalam proses pengambilan keputusan. Ia juga responsif terhadap masa kini dan kebutuhan masyarakat di masa depan. Ini konsep idealnya. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing karakteristik :
1.      Participation
Partisipasi oleh pria dan wanita adalah kunci good governance. Partisipasi dapat langsung maupun melalui institusi perwakilan yang legitimate. Partisipasi harus informatif dan terorganisir. Ini mensyaratkan adanya kebebasan berasosiasi dan berekspresi di satu sisi dan sebuah civil society yang kuat dan terorganisir di sisi lain.
2.      Rule of law
Good governance memerlukan sebuah kerangka legal atau hukum dan peraturan yang ditegakkan secara komprehensif. Ia juga memerlukan perlindungan penuh terhadap HAM, terutama bagi kaum minoritas. Proses enforcement hukum yang imparsial membutuhkan lembaga peradilan yang independen dan kepolisian yang juga imparsial dan tidak korup.
3.      Transparency
Transparansi mengandung arti bahwa pengambilan dan pengimplementasian keputusan dilakukan dalam tata cara yang mengukuti hukum dan peraturan. Ia juga berarti bahwa informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses langsung oleh mereka yang akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Informasi yang tersedia haruslah dalam bentuk dan media yang mudah dimengerti.
4.      Responsiveness
Good governance memerlukan institusi dan proses didalamnya yang mencoba untuk melayani semua stakeholders dalam kerangka waktu tertentu yang sesuai.
5.      Consensus oriented
Ada lebih dari satu aktor dan banyak sudut pandang dalam suatu komunitas. Good governance memerlukan mediasi dari kepentingan-kepentingan yang berbeda di masyarakat dalam rangka mencapai sebuah konsensus umum dalam masyarakat yang merupakan kepentingan atau keputusan yang terbaik yang dapat dicapai untuk seluruh masyarakat. Ini memerlukan perspektif luas dan jangka panjang mengenai apa yang diperlukan untuk pengembangan manusia secara berkesinambungan. Ini hanya dapat dicapai melalui pemahaman yang baik atas konteks historis, kultural dan sosial di komunitas atau masyarakat tersebut.
6.      Equity and inclusiveness
Keberadaan sebuah masyarakat bergantung pada proses memastikan bahwa seluruh anggotanya merasa bahwa mereka memiliki kepentingan didalamnya dan tidak merasa dikucilkan dari mainstream masyarakat tersebut. Ini memerlukan semua kelompok, terutama yang paling lemah, memiliki kesempatan untuk meningkatkan atau mempertahankan keberadaan mereka.
7.      Effectiveness and efficiency
Good governance berarti bahwa output dari seluruh proses dan institusi tepat sasaran atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat disamping efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk melakukannya. Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup penggunaan sumber daya alam dengan memperhatikan kesinambungan dan perlindungan lingkungan.
8.      Accountability
Akuntabilitas adalah salah satu kebutuhan utama dalam good governance. Tidak hanya untuk institusi pemerintahan, melainkan juga sektor swasta dan organisasi-organisasi civil society harus bisa diakun oleh publik dan stakeholders-nya. Secara umum, sebuah organisasi atau institusi bertanggung jawab pada pihak-pihak yang dipengaruhi oleh tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan mereka. Akuntabilitas tidak mungkin ditegakkan tanpa adanya transparansi dan supremasi hukum.


C.      Good Governance Dalam Perspektif HAM
Sistem pemerintahan yang baik dapat dilihat dari seberapa jauh sebuah negara memenuhi kebutuhan rakyatnya secara umum, baik kebutuhan secara ekonomi, politik, hukum, keamanan dan sebagainya. Berdasarkan beberapa prinsip dasar atau ide pokok dalam Good Governance kita dapat mengetahui bahwa ide-ide tersebut sangat sejalan dengan prinsip dasar Hak Asasi Manusia. Gagasan baik berupa teori tentang partisipan, rule of law, transparency / keterbukaan, responsiveness, consensus oriented, equity and inclusiveness, effectiveness and efficiency, accountability sangat sejalan dengan nili dasar dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini dapat kita uraikan sebagai berikt :
1.      Konsep dasar “partisipan” dalam Good Governance yang smenitik-beratkan pada partisipasi aktif dari semua warganya, baik pria maupun wanita. Adanya prinsip partisipan yang mensyaratkan adanya kebebasan berasosiasi, kebebasan berekspresi tentunya sangat sejalan dengan hakekat dasar dari Hak Asasi Manusia yang salah satunya adalah hak berserikat dan berkumpul.
2.      Rule Of Law dalam sistem pemerintahan merupakan sebuah kerangka legal atau hukum dan peraturan yang ditegakkan secara komprehensif. Kerangka hukum inilah yang akan menjamin perlindungan penuh terhadap HAM, terutama bagi kaum minoritas. Proses enforcement hukum yang imparsial membutuhkan lembaga peradilan yang independen dan kepolisian yang juga imparsial dan tidak korup.
3.      Equity And Inclusiveness dapat diartikan sebagai keberadaan sebuah masyarakat bergantung pada proses memastikan bahwa seluruh anggotanya merasa bahwa mereka memiliki kepentingan didalamnya dan tidak merasa dikucilkan dari mainstream masyarakat tersebut. Ini memerlukan semua kelompok, terutama yang paling lemah, memiliki kesempatan untuk meningkatkan atau mempertahankan keberadaan mereka. Dalam pandangan dan teori HAM yang tentunya tidak lepas dari persamaan hak maka sudah seharusnya ide tentang Equity And Inclusiveness dalam Good Governance menjadi dasar yang kuat dalam sistem pemerintahan yang baik.
Prinsip dasar governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat menangkap makna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.” Di sisi lain Hak Asasi Manusia (HAM) memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang harus dipenuhi baik dari segi persamaan, kepastian hukum, kemitraan dan sebagainya guna menjamin hak-hak sebagai warga negara. Dengan kata lain Good Governance merupakan jaminan terhadap keterlindungan HAM.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Hak Asasi Manusia yang merupakan hak dasar setiap manusia menyatakan bahwa Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.
Governance pada intinya memiliki delapan karakteristik yang harus dipenuhi, yaitu karakteristik umum/dasar, yaitu partisipasi, orientasi pada konsensus, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan inklusifitas, dan penegakan/supremasi hukum. Apabila diimplementasikan secara ideal, konsep ini diharapkan dapat memastikan pengurangan tingkat korupsi, pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara dari mereka yang paling lemah dalam masyarakat didengar dalam proses pengambilan keputusan. Ia juga responsif terhadap masa kini dan kebutuhan masyarakat di masa depan. Ini konsep idealnya.
Dari beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip dasar good goverrnance dalam sistem pemerintahan negara diharapkan mampu melindungi hak-hak dasar yang merupakan Hak Asasi Manusi (HAM). Penerapan nilai governance yang meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat menangkap makna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.”
Di sisi lain Hak Asasi Manusia (HAM) memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang harus dipenuhi baik dari segi persamaan, kepastian hukum, kemitraan dan sebagainya guna menjamin hak-hak sebagai warga negara. Dengan kata lain Good Governance merupakan jaminan terhadap keterlindungan HAM.
DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Puspa I Wayan, Konsep Dasar HAM, 2013.
_____, HAM, 2013.
http://en.wikipedia.org/wiki/Good_government

Tidak ada komentar:

Posting Komentar