BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Thomas
Jefferson mengemukakan bahwa “the Governance
ought be judged by how well it meets its legitimate objectives. For him, good Governance
was the one who most effectively secures the rights of the people and the
rewards of their labor, which promotes their happiness, and also does their
will.” Menurutnya, pemerintahan yang baik seharusnya dinilai oleh seberapa baik
memenuhi tujuan yang sah. Baginya, pemerintahan yang baik adalah orang yang
paling efektif mengamankan hak-hak masyarakat dan imbalan kerja mereka, yang
mempromosikan kebahagiaan mereka, dan juga melakukan kehendak mereka
(masyarakatnya).
Dalam
konteks dan pandangan Hak Asasi Manusia yang merupakan hak dasar setiap manusia
menyatakan bahwa Hak merupakan unsur normatif yang
melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang
lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara
individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus
diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. I Wayan Puspa, S.H, M.Hum dalam sebuah paper yang berjudul “Substansi HAM” mengemukakan bahwa dalam kaitan dengan HAM, selain sistem ekonomi yang berpotensi besar menghambat kebebasan, juga kekuasaan negara yang bersifat otoriter, totaliter dan semacamnya sangat berpengaruh untuk mempersulit terlasananya HAM.
diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. I Wayan Puspa, S.H, M.Hum dalam sebuah paper yang berjudul “Substansi HAM” mengemukakan bahwa dalam kaitan dengan HAM, selain sistem ekonomi yang berpotensi besar menghambat kebebasan, juga kekuasaan negara yang bersifat otoriter, totaliter dan semacamnya sangat berpengaruh untuk mempersulit terlasananya HAM.
Oleh
karena itu penulis menggaris-bawahi bahwa kekuasaan negara yang bersifat otoriter, totaliter dan semacamnya
atau yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip dasar dari Good Governance dalam perspektif HAM
bisa dikatakan tidak dibenarkan. Lalu bagaimana jika sistem pemerintahan yang
ada bukan dikatagorikan sebagai “Good Governance”?
Apakah sistem tersebut dapat melanggar HAM? Dan bagaimana pula pandangan HAM
terhadap sistem pemerintahan yang baik “Good
Governance”.
Makalah
ini dibuat dengan melihat berbagai masalah atau konflik yang ada di tengah
masyarakat. Masalah-masalah tersebut muncul disebabkan oleh sistem pemerintahan
yang tidak berjalan dengan baik atau bahkan bisa dikatakan sistem pemerintahan
yang tidak baik, bahkan sering bersinggungan dengan hak dan kewajiban atau
dalam istilah populernya HAM. Penulis disini ingin memaparkan apakah itu sistem pemerintahan yang baik atau
biasa disebut Good Governance dilihat dari sudut pandang Hak Asasi Manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
makalah ini penulis mengidentifikasi masalah yaitu :
1.
Apakah pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
dan bagaimana dan bagaimana penjelasannya pada tataran Global.
2.
Apakah sistem pemerintahan yang baik “Good Governance”?.
3.
Bagaimana Pandangan HAM terhadap “Good Governance”?
C.
Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan
dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa yang dimaksud dengan Good Governance, bagaimana penerapan
prinsip Good Goverenment dalam sistem
pemerintahan dan bagaimana Good Governance
itu sendiri dalam sudut pandang HAM..
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam
Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa
Hak Asasi Manusia merupakan Seperangkat
hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan
anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
Menurut teori Hak Kodrati (natural human rights),
HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat
manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang
berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari
hak-hak tersebut, selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat
dicabut (inalienable), artinya hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai
makhluk insani.
John Locke. Pendukung hukum kodrati, berargumentasi bahwa semua individu dikaruniai oleh hak yang inheren atas
kehidupan, kebebasan dan harta yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dipindahkan atau
dicabut oleh negara. Tetapi Locke juga mempostulatkan bahwa untuk menghindari
ketidakpastian hidup dalam alam ini, umat manusia telah mengambil bagian dalam
suatu kontrak sosial atau ikatan sukarela yang dengan itu penggunaan hak mereka
yang tak dapat dicabut itu diserahkan kepada penguasa negara.
Pada
intinya Hak Asasi Manusia merupakan Hak dasar setiap orang yang tidak dapat di
ambil dan diganggu oleh orang lain.
B.
Pengertian
Good Governance
Governance
atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara. Istilah
“governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu
politik sejak Woodrow Wilson memperkenalkan
bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu
governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi korporat dan
lembaga pendidikan tinggi.
Wacana
tentang “governance” dalam pengertian yang hendak kita perbincangkan dalam
makalah ini -- dan yang diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia sebagai tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau
pengelolaan pemerintahan -- baru muncul sekitar 15 tahun belakangan ini,
terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional mempersyaratkan
“good governance” dalam berbagai program bantuannya. Oleh para teoritisi dan
praktisi administrasi negara Indonesia, terminologi “good governance” telah
diterjemahkan menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro
Tjokroamidjojo), tatapemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan
yang baik dan bertanggung jawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara
sempit sebagai pemerintahan yang bersih.
Menurut
Leach & Percy-Smith (2001) Government mengandung pengertian seolah hanya
politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan
pelayanan, sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Sementara
governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah”
karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata lain, dalam
konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law,
partisipatif dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang
paling tepat menangkap makna tersebut yakni “the process whereby elements in
society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public
life, economic and social development.”
Mudahnya,
dapat kita bilang bahwa governance merupakah seluruh rangkaian proses pembuatan
keputusan/kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu
diimplementasikan atau tidak diimplementasikan. Karenanya, analisis mengenai
governance kemudian berfokus pada aktor-aktor
dan struktur atau sistem, baik formal maupun informal, yang terlibat dalam
proses pembuatan dan pengimplementasian sebuah keputusan. Pemerintah hanyalah
salah satu aktor tersebut, sementara aktor-aktor lain diluar pemerintah dan
militer biasa dikelompokkan sebagai bagian dari civil
society. Demikian juga, struktur formal pengambilan keputusan yang
dimiliki pemerintah (rapat kabinet, sidang paripurna, dialog dengan warga,
dsb.) hanya merupakan salah satu struktur yang mempengaruhi pengambilan dan
pengimplementasian keputusan, sementara diluarnya mungkin banyak terdapat
struktur-struktur informal (adat istiadat, mafia, KKN, dsb.) yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan maupun individu-individu dalam struktur formal tadi.
Good
governance mensyaratkan 8 karakteristik umum/dasar, yaitu partisipasi,
orientasi pada konsensus, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif dan
efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan inklusifitas, dan penegakan/supremasi
hukum. Apabila diimplementasikan secara ideal, konsep ini diharapkan dapat
memastikan pengurangan tingkat korupsi, pandangan kaum minoritas diperhitungkan
dan suara dari mereka yang paling lemah dalam masyarakat didengar dalam proses
pengambilan keputusan. Ia juga responsif terhadap masa kini dan kebutuhan
masyarakat di masa depan. Ini konsep idealnya. Berikut adalah penjelasan
singkat mengenai masing-masing karakteristik :
1. Participation
Partisipasi
oleh pria dan wanita adalah kunci good governance. Partisipasi dapat langsung
maupun melalui institusi perwakilan yang legitimate. Partisipasi harus
informatif dan terorganisir. Ini mensyaratkan adanya kebebasan berasosiasi dan
berekspresi di satu sisi dan sebuah civil society yang kuat dan terorganisir di
sisi lain.
2. Rule
of law
Good
governance memerlukan sebuah kerangka legal atau hukum dan peraturan yang
ditegakkan secara komprehensif. Ia juga memerlukan perlindungan penuh terhadap
HAM, terutama bagi kaum minoritas. Proses enforcement hukum yang imparsial
membutuhkan lembaga peradilan yang independen dan kepolisian yang juga
imparsial dan tidak korup.
3. Transparency
Transparansi
mengandung arti bahwa pengambilan dan pengimplementasian keputusan dilakukan
dalam tata cara yang mengukuti hukum dan peraturan. Ia juga berarti bahwa
informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses langsung oleh mereka yang
akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Informasi yang tersedia haruslah
dalam bentuk dan media yang mudah dimengerti.
4. Responsiveness
Good
governance memerlukan institusi dan proses didalamnya yang mencoba untuk
melayani semua stakeholders dalam kerangka waktu tertentu yang sesuai.
5. Consensus
oriented
Ada
lebih dari satu aktor dan banyak sudut pandang dalam suatu komunitas. Good
governance memerlukan mediasi dari kepentingan-kepentingan yang berbeda di
masyarakat dalam rangka mencapai sebuah konsensus umum dalam masyarakat yang
merupakan kepentingan atau keputusan yang terbaik yang dapat dicapai untuk
seluruh masyarakat. Ini memerlukan perspektif luas dan jangka panjang mengenai
apa yang diperlukan untuk pengembangan manusia secara berkesinambungan. Ini
hanya dapat dicapai melalui pemahaman yang baik atas konteks historis, kultural
dan sosial di komunitas atau masyarakat tersebut.
6. Equity
and inclusiveness
Keberadaan
sebuah masyarakat bergantung pada proses memastikan bahwa seluruh anggotanya
merasa bahwa mereka memiliki kepentingan didalamnya dan tidak merasa dikucilkan
dari mainstream masyarakat tersebut. Ini memerlukan semua kelompok, terutama
yang paling lemah, memiliki kesempatan untuk meningkatkan atau mempertahankan
keberadaan mereka.
7. Effectiveness
and efficiency
Good
governance berarti bahwa output dari seluruh proses dan institusi tepat sasaran
atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat disamping efisien dalam pemanfaatan
sumber daya untuk melakukannya. Konsep efisiensi dalam konteks good governance
juga mencakup penggunaan sumber daya alam dengan memperhatikan kesinambungan
dan perlindungan lingkungan.
8. Accountability
Akuntabilitas
adalah salah satu kebutuhan utama dalam good governance. Tidak hanya untuk
institusi pemerintahan, melainkan juga sektor swasta dan organisasi-organisasi
civil society harus bisa diakun oleh publik dan stakeholders-nya. Secara umum,
sebuah organisasi atau institusi bertanggung jawab pada pihak-pihak yang
dipengaruhi oleh tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan mereka.
Akuntabilitas tidak mungkin ditegakkan tanpa adanya transparansi dan supremasi
hukum.
C.
Good
Governance Dalam Perspektif HAM
Sistem pemerintahan yang baik dapat dilihat dari
seberapa jauh sebuah negara memenuhi kebutuhan rakyatnya secara umum, baik
kebutuhan secara ekonomi, politik, hukum, keamanan dan sebagainya. Berdasarkan
beberapa prinsip dasar atau ide pokok dalam Good
Governance kita dapat mengetahui bahwa ide-ide tersebut sangat sejalan
dengan prinsip dasar Hak Asasi Manusia. Gagasan baik berupa teori tentang
partisipan, rule of law, transparency / keterbukaan, responsiveness, consensus oriented, equity
and inclusiveness, effectiveness and efficiency, accountability sangat
sejalan dengan nili dasar dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini dapat kita
uraikan sebagai berikt :
1. Konsep
dasar “partisipan” dalam Good Governance
yang smenitik-beratkan pada partisipasi aktif dari semua warganya, baik pria
maupun wanita. Adanya prinsip partisipan yang mensyaratkan adanya kebebasan
berasosiasi, kebebasan berekspresi tentunya sangat sejalan dengan hakekat dasar
dari Hak Asasi Manusia yang salah satunya adalah hak berserikat dan berkumpul.
2. Rule Of Law
dalam sistem pemerintahan merupakan sebuah kerangka legal atau hukum dan
peraturan yang ditegakkan secara komprehensif. Kerangka hukum inilah yang akan
menjamin perlindungan penuh terhadap HAM, terutama bagi kaum minoritas. Proses
enforcement hukum yang imparsial membutuhkan lembaga peradilan yang independen
dan kepolisian yang juga imparsial dan tidak korup.
3. Equity And Inclusiveness
dapat diartikan sebagai keberadaan sebuah masyarakat bergantung pada proses
memastikan bahwa seluruh anggotanya merasa bahwa mereka memiliki kepentingan
didalamnya dan tidak merasa dikucilkan dari mainstream masyarakat tersebut. Ini
memerlukan semua kelompok, terutama yang paling lemah, memiliki kesempatan
untuk meningkatkan atau mempertahankan keberadaan mereka. Dalam pandangan dan
teori HAM yang tentunya tidak lepas dari persamaan hak maka sudah seharusnya
ide tentang Equity And Inclusiveness dalam
Good Governance menjadi dasar yang
kuat dalam sistem pemerintahan yang baik.
Prinsip dasar governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang
diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance. Dengan kata
lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan,
rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS
adalah yang paling tepat menangkap makna tersebut yakni “the process whereby
elements in society wield power and authority, and influence and enact policies
and decisions concerning public life, economic and social development.” Di sisi
lain Hak Asasi Manusia (HAM) memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang harus
dipenuhi baik dari segi persamaan, kepastian hukum, kemitraan dan sebagainya
guna menjamin hak-hak sebagai warga negara. Dengan kata lain Good Governance merupakan jaminan
terhadap keterlindungan HAM.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hak Asasi
Manusia yang merupakan hak dasar setiap manusia menyatakan bahwa Hak
merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang
terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh.
Governance
pada intinya memiliki delapan karakteristik yang harus dipenuhi, yaitu karakteristik
umum/dasar, yaitu partisipasi, orientasi pada konsensus, akuntabilitas,
transparansi, responsif, efektif dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) dan
inklusifitas, dan penegakan/supremasi hukum. Apabila diimplementasikan secara
ideal, konsep ini diharapkan dapat memastikan pengurangan tingkat korupsi,
pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara dari mereka yang paling lemah
dalam masyarakat didengar dalam proses pengambilan keputusan. Ia juga responsif
terhadap masa kini dan kebutuhan masyarakat di masa depan. Ini konsep idealnya.
Dari
beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip dasar good goverrnance dalam sistem
pemerintahan negara diharapkan mampu melindungi hak-hak dasar yang merupakan
Hak Asasi Manusi (HAM). Penerapan nilai governance yang meleburkan perbedaan
antara “pemerintah” dan “yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari
proses governance. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur
demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin
difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepat menangkap makna tersebut
yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and
influence and enact policies and decisions
concerning public life, economic and social
development.”
Di
sisi lain Hak Asasi Manusia (HAM) memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
harus dipenuhi baik dari segi persamaan, kepastian hukum, kemitraan dan
sebagainya guna menjamin hak-hak sebagai warga negara. Dengan kata lain Good Governance merupakan jaminan
terhadap keterlindungan HAM.
DAFTAR PUSTAKA
Undang
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Puspa
I Wayan, Konsep Dasar HAM, 2013.
_____,
HAM, 2013.
http://en.wikipedia.org/wiki/Good_government
Tidak ada komentar:
Posting Komentar