Kontak

Senin, 27 Januari 2014

ETIKA DAN MORAL



ETIKA DAN MORAL

A.      PENGERTIAN ETIKA
Dalam kamus besar bahasa indonesia dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dalam kaitannya dengan kata etika tersebut, Bartens menjelaskan etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak inilah istilah etika terbentuk.
Beberapa pendapat para ahli tentang etika :
1.      James J. Spillane SJ mengungkapkan bahwa etika atau ethics memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam mengambil keputusan moral.
2.      Surahwadi K. Lubis mengemukakan dalam istilah Latin, ethos atau ethikos selalu disebut dengan mos, sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau sering diistilahkan dengan perkataan moral. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa dalam bahasa agama Islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak..
3.      Abdullah Salim mengatakan bahwa etika merupakan akhlak islami yang memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu menyangkut etos, etis, moral, estetika.
a.       Etos ; mengatur hubungan manusia denga Tuhan.
b.      Etis ; mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya dalam kegiatan sehari-hari.
c.       Moral ; mengatur hubungan manusia yang menyangkut kehormatan tiap pribadi.
d.      Estetika ; rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya agar lebih indah dan menuju kesempurnaan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan yang mampu membedakan hal-hal baik dan buruk.
Dalam perkembangannya, etika dapat dibagi menjadi dua, etika perangai dan etika moral. Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Sementara etika moral berkenaan dengan kebiassan berprilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar, timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Dalam perkataan sehari-hari, sring orang salah atau mencampur adukkan antara etika dan etiket. Kata Etika berarti moral dan, sedangkan etiket berarti sopan santun. Dengan kata lain etika adalah aturannya dan etiket adalah pelaksanaannya.
Menyangkut etika dan etiket, pada prinsipnya terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Bartens mengemukaakan bawha terdapat empat perbedaan signifikan antara keduanya, yaitu :
1.      Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak. Sedangkan etiket adalah cara melakukannya.
2.      Etika berlaku tidak bergantung pada ada tidaknya orang lain, sedangkan etiket hanya berlaku dala pergaulan.
3.      Etika bersifat absolut, tidak dapat ditawar, sedangkan etiket bersifat relatif.
4.      Etika melihat manusia dari segi dalam (batiniah) sedangkan etiket memandang manusia dari cara pergaulannya (yang tampak dari luar).

I.          Fungsi Etika
Menurut Darji Darmodihardjo, etika memberi petunjuk untuk tiga jenis pertanyaan yang senantiasa kita ajukan. Pertama, apakah yang harus dilakukan dalam situasi kongkret yang tengah dihadapi? Kedua, bagaimana kita akan mengatur pola konsistensi kita dengan orang lain? Ketiga, akan menjadi manusia macam apa kita ini? Dalam konteks ini, etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar dalam mengelola kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis.
Menurut Magnis Suseno mengemukakan bahwa etika berfungsi untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan molaritas yang membingungkan. Di sini terlihat bahwa etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dan yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar.
Bertolak dari fungsi etika sebagaimana diungkap oleh Magnis Suseno yang menyebutkan bahwa etika berorientasi pada pesan moral, lalu bagaimana dengan peran agama sebagai sebuah institusi yang mengajarkan pesan pesan moral? Sejalan dengan pertanyaan ini, Frans Magnis Suseno mengemukakan ada empat alasan yang melatarbelakanginya :
1.      Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, sperti mengapa ada perintah dan larangan dari agama.
2.      Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling bertentangan
3.      Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia.
4.      Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu.
Dari beberapa paparan para ahli tentang fungsi etika dapat disimpulkan bahwa fungsi etika secara umum adalah sebagai alat atau faktor yang membantu untuk membimbing, alat penuntun dan alat kontrol manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan mampu mendorong kita menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

B.       PENGERTIAN MORAL
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata “moral” memiliki arti ajaran tentang baik buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekeerti, susila, kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan.
Beranjak dari pengertian moral di atas, pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun, pedoman, sekaligus alat kontrol yang paling ampuh dalam mengarahkan kehidupan manusia.
Sejalan dengan pengertian moral yang telah disebutkan di atas, Bartens sebagaimana dikutip oleh Kadir Muhamad, mengatakan bahwa kata yang paling dekat dengan “etik”  adalah “moral”. Kata ini berasal dari bahasa latin “mos”, jamaknya “mores” yang juga berarti adat kebiasaan. Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral yang sama-sama memiliki arti adat kebiasaan, tetapi yang membedakannya hanya terdapat pada bahasa asalnya dimana etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin.
Dengan merujuk pada arti kata etika yang sesuai , maka arti kata moral sama dengan arti kata etika, yaitu nili-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang dalam megatur tingkah lakunya.

1.      Faktor Penentu oralitas
Pada prinsipnya manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa memiliki sikap yang baik, namun dalam perjalanan hidupnya akan mengalami suatu proses pasang suru, sehingga manusia itu akan terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak sesuai dengan perintah Tuhan. Dengan demikian, manusia yang masih memiliki akhlak yang baik, dapat dikatak masih memiliki moral yang baik. Dalam tataran terminologi agama dan filsafat, orang yang memiliki moral yang baik, sering diistilahkan dengan atau masih memiliki “moralitas” yang baik. Liliana Tedjosaputro membagi moralits ke dalam dua bagian, yakni (1) moralitas dapat bersifat intrinsik berasal dari manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengruhi oleh peraturran hukum yang ada. Moralitas intrinsik ini esensinya terdapat dalam perbuatan diri manusi aitu sendiri; (2) moralitas yang bersifat ekstrinsik penilainnya didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah atau larangan. Namun pada sisi lain, Immanuel Kant sebagaiman yang diterjemahkan oleh Lili Tjahjadi, membedakan moralitas menjadi dua : (1) moralitas hotronom, sikap dimana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku sendiri, misalnya karna mau mencapai tujuan yang diinginkan ataupun karena perasaan takut pda penguasa yang memberi tugas kewajiban itu; (2) moralitas otonom,  kesdaran manusia akan kewajiban yang ditaatinya sebagai suatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai hal yang baik.
Sementara itu, Sumaryono mengemukakan tiga faktor penentu moralitas perbuatan manusia, yaitu :
1.           Motivasi
Adalah hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai tujuan.
2.           Tujuan Akhir
Adalah diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara bebas. Moralitas perbuatannya ada dalam kehendak perbuatan itu menjadi objek perhatia kehendak, artinya memang dikehendaki oleh pelakunya.
3.           Lingkungan Perbuatan
Adalah segala sesuatu yang secara aksidental melindungi atau mewarnai perbuatan. Termsuk dalam pengertian lingkungan perbuatan meliputi :
a.       Manusia yang terlibat;
b.      Kwalitas dan Kwantitas perbuatan;
c.       Cara, waktu, tempat dilakukan perbuatan;
d.      Frekwensi perbuata.
Berttitk tolak dari pendapat mengenai pengertian lingkungan perbuatan di atas, maka keempat komponen tersebut sangat tepat. Sebab tidak dipungkiri bahwa keterlibatan, kwalitas dan kwantitas, frekwensi serta cara, waktu dan tempat dilakukannya perbuatan merupakn titik kunci manusia melakukan aktifitasnya. Dalam artian, keempat komponen merupakan faktor pendorong motivasi diri manusia untuk melakukan perbuatan yang bermuara pada tumpuan moral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar