1. Pengertian
Kriminologi
Istilah
kriminologi pertama kali digunakan oleh P. Topinard (1830-1911) pada tahun
1879. Berdasarkan ensiklopedi, kriminologi deigambarkan sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari kejahatan.[1]
Kriminologi berasal dari kata crimen
yang artinya adalah kejahatan dan logos yang artinya ilmu,
sehingga kriminologi merupakan
ilmu yang mempelajari tentang kejahatan
dan tindak kriminal. Dengan kata lain Kriminologi adalah Ilmu pengetahuan
yang mempelajari atau mencari sebab musabab kejahatan, sebab-sebab terjadinya
kejahatan, akibat –akibat yang di timbulkan dari kejahatan untuk menjawab
mengapa seseorang melakukan kejahatan.
Kriminologi,
sebagai disiplin ilmu yang mempelajari kejahatan, pada dasarnya sangat
tergantung pada disiplin ilmu-ilmu lainnya yang mempelajari kejahatan, bahkan
dapat dikatakan bahwa keberadaan kriminologi itu merupakan hasil dari berbagai
disiplin ilmu yang mempelajari kejahatan tersebut. Dengan demikian, kriminologi
itu bersifat “interdisipliner”, artinya suatu disiplin ilmu yang tidak berdiri
sendiri, melainkan hasil kajian dari ilmu lainnya terhadap kejahatan.Pendekatan
interdisipliner merupakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu terhadap suatu
objek yang sama, yakni kejahatan.[2]
Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang objeknya kejahatan, dimana
kejahatan merupakan suatu gejala sosial, maka kriminologi pada dasarnya adalah
suatu disiplin yang bersifat factual. Teguh Prasetyo mengartikan kriminologi
bukan sebagai disiplin seperti disiplin hukum yang bersifat “abstrak”,
melainkan suatu disiplin ilmu yang berbicara masalah “kenyataan”.[3]
Untuk lebih jelasnya, penulis mengutip pandangan dari beberapa
ahli kriminologi terkait definisi kriminologi, antara lain :
a. W.A Bonger
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya ( kriminologi teoritis murni). [4] Selain
itu ia juga menambahkan bahwa kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis,
memperhatikan gejala dan berusaha menyelidiki sebab dari gejala-gejala tersebut
apa adanya.[5]
b. E. H. Sutherland
Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan
yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai gejala sosial dan mencakup
proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran
hukum.[6]
Lebih
lanjut Ia mengemukakan bahwa kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena social.[7]
c. Wood
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang
diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan
jahat dan penjahat dan,termaksud di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap
perbuatan jahat dan para penjahat.[8]
d. Noach
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang
perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang terlibat dalam
perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.[9]
e. Walter Reckless
Kriminologi adalah pemahaman ketertiban individu dalam
tingkah laku delinkuen dan tingkah laku jahat dan pemahaman bekerjanya sistem
peradilan pidana.[10]
f. Martin L.
Haskel
Mengemukakan bahwa kriminologi mencakup sifat dan
luas kejahatan, sebab-sebab kejahatan, perkembangan hukum pidanan dan
pelaksanaannya, cirri-ciri (tipologi) pelaku kejahatan (criminal), dan
pola-pola kriminalitas dan perubahan sosial.[11]
2. Aliran
Kriminologi
Mazhab-mazhab
dan aliran dalam kriminologi merupakan
suatu sistem pemikiran yang mengandung suatu kesatuan teori mengenai sebab – sebab
kejahatan. Aliran pemikiran dalam kriminologi bisa
diartikan sebagai cara pandang (kerangka, acuan, paradigm, persfektif) yang
digunakan kriminolog dalam memandang, menafsirkan dan menanggapi serta
mejelaskan fenomena kejahatan.[12]
Aliran-aliran
dalam kriminologi menunjuk kepada proses perkembangan pemikiran dasar,
konsep-konsep tentang kejahatan dan pelakunya. Oleh karena pemahaman kita terhadap dunia sosial
terutama dipengaruhi oleh cara kita menafsirkan peristiwa-peristiwa yang kita
alami/lihat, sehingga juga para ilmuwan cara pandang yang dianutnya akan
mempengaruhi wujud penjelasan maupun teori yang dihasilkannya. Dengan demikian
untuk dapat memahami dengan baik penjelasan dan teori-teori kriminologi, perlu
diketahui perbedaan-perbedaan aliran pemikiran/paradigma dalam kriminologi.
Adapun
liran-aliran dalam kriminologi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Aliran
Klasik
Aliran pemikiran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan
rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi
penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat
kelompok.[13]
Intelegensi membuat manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri, dalam arti dia
adalah penguasa dari nasibnya, pemimpin dari jiwanya, makhluk yang mampu
memahami dirinya dan berindak untuk mencapai kepentingan dan kehendaknya. Ini
merupakan kerangka pemikiran dari semua pemikiran klasik seperti dalam
filsafat, pesikologi, politik, hukum dan ekonomi.[14]
Dalam konsep yang demikian maka masyarakat dibentuk sebagaimana adanya
sesuai dengan pola yang dikehendakinya. Kunci kemajuan menurut pemikiran ini
adalah kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan
dan pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol dirinya sendiri baik sebagai individu
maupun sebagai suatu masyarakat. Di dalam kerangka pemikiran ini, lazimnya
kejahatan dan penjahat semata-mata dilihat dari batasan undang-undang.
Dalam teori
klasik ini, Cesare Bonesana Merchese de Beccaria menambahkan hukuman
diberlakukan secara seksama terhadap setiap individu dan ancaman hukumannya
sudah ditentukan sebelumnya supaya dapat diperhitungkan dalam pertimbangan
orang yang akan melakukan kejahatan.[15]
b. Aliran
Neo Klasik
Aliran Neo Klasik berbeda dari Aliran Klasik meskipun
bertolak dari pandangan yang sama yaitu intelegensi membuat manusia mampu mengarahkan dirinya sendiri
untuk berbuat baik atau melakukan kejahatan, sehingga tidak
menyimpang dari konsepsi umum tentang manusia yang bebas untuk memilih untuk
berbuat kejahatan maupun berbuat baik. Perbedaannya terletak pada kekakuan
dalam Aliran Klasik yang mencoba memperlakukan setiap individu secara sama dan
sama sekali mengabaikan perbedaan individual dalam arti situasi tertentu.
Menurut Aliran Neo Klasik terdapat pengecualian
tertentu, yakni :
1. Anak
yang berusia dibawah 7 (tujuh) tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap
kejahatan karena belum mampu membedakan antara yang benar dengan yang salah.
2. Penyakit
mental tertentu dapat melemahkan tanggung jawab.[16]
c. Aliran
Positivisme
Aliran pemikiran
ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologis maupun
kultural.[17]
Ini berarti bahwa manusia bukan mahkluk yang bebas untuk menuruti dorongan
keinginannya dan intelegensinya, akan tetapi mahkluk yang dibatasi atau
ditentukan perangkat biologiknya dan situasi kulturalnya. Manusia berkembang
bukan semata-mata kerena intelegensinya, akan tetapi melalui proses yang
berjalan secara perlahan-lahan dari aspek biologiknya atau evolusi kultural.
Aliran pemikiran
positive ini menghasilkan dua pandangan yang berbeda yaitu determinis biologis
yang menganggap bahwa organisasi sosial berkembang sebagai hasil individu dan
perilakunya dipahami dan sebagai pencerminan umum dan warisan biologik.[18] Sebaliknya
determinis kultural menganggap perlikau manusia dalam segala aspeknya selalu
berkaitan dan mencerminkan ciri-ciri dunia sosio kultural secara relatif tidak
tergantung pada dunia biologik, dalam arti perubahan pada yang satu tidak
berarti sesuai atau segera menghasilkan perubahan pada lainnya. Perubahan
kultural diterima sebagai sesuai dengan bekerjanya ciri-ciri istimewa atau
khusus dari fenomena kultural daripada sebagai akibat dari
keterbatasan-keterbatasan biologik semata. Dengan demikian biologi bukan
penghasil kultur, begitu juga penjelasan biologik tidak mendasari fenomena
kultural.
[1] Abintoro Prakoso, 2013, Kriminologi Dan Hukum Pidana, Laksbang
Grafika Yogyakarta, hlm 11
[2] Teguh Prasetyo, 2010, Hukum
Pidana. RajaGrafindo Persada
Jakarta, hlm 14
[3] Ibid, . Hlm 15
[4] Abintoro Prakoso, loc. cit.
[5] Ibid, hlm. 12
[7] Abintoro Prakoso, loc. cit.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Abintoro Prakoso, op. cit., hlm.
13
[12] Ibid., hlm. 45
[14] Abintoro Prakoso, Op. cit., hlm. 48
[15] Ibid.
[16] Ibid., hlm 50
[17] htpps://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/aliran-dalam-kriminologi.html
diakses 1 Juli 2015
[18] Abintoro Prakoso, op. cit., hlm. 51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar