Menurut Suriansyah Murhaini
Istilah illegal logging berasal dari bahasa Inggris yaitu : [1]
Illegal artinya tidak sah, dilarang atau bertentangan dengan hukum. Dalam Black
Law’s Dictionary kata illegal berarti
forbidden by law, unlawful (dilarang menurut hukum atau tidak sah).
Sedang kata Logging berasal dari kata log yang berarti batang
kayu atau kayu gelondongan, dan kata logging berarti menebang kayu dan
membawa ke tempat gergajian.
1. Menurut Nurdjana, Teguh Prasetyo dan Sukardi, Pengertian Illegal Logging
adalah rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfaatan dan
pengelolaan hasil hutan kayu yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku
dan berpotensi merusak hutan.[2]
2. Menurut
Haba, Pengertian Illegal Logging adalah suatu rangkaian kegiatan yang
saling terkait, mulai dari produsen kayu illegal
yang melakukan penebangan kayu secara illegal
hingga ke pengguna atau konsumen bahan baku kayu.[3]
Kayu tersebut kemudian melalui proses penyaringan yang illegal, pengangkutan illegal
dan melalui proses penjualan yang illegal.
Berdasarkan
beberapa pengertian illegal logging di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Illegal Logging adalah rangkaian kegiatan penebangan dan
pengangkutan kayu ke tempat pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak
mempunyai izin dari pihak yang berwenang, sehingga tidak sah atau bertentangan
dengan aturan hukum yang berlaku da dipandang sebagai suatu perbuatan yang
dapat merusak hutan. Illegal logging tidak hanya merupakan aktifitas atau kegiatan penebangan kayu secara
tidak sah, namun terdapat pula unsur-unsur lain yaitu adanya pengangkutan
kayu, pengolahan kayu, penjualan kayu, pembelian kayu, dapat merusak hutan, serta
adanya aturan hukum yang melarang dan bertentangan dengan aturan hukum yang
berlaku.Sebagai salah satu unsur Illegal Logging, adanya aturan hukum
yang mengatur tentang larangan kejahatan Illegal
Logging tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan dirumuskan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 serta ketentuan
pidana diatur dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 85.
Adapun tindak pidana yang diatur dalam
ketentuan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah sebagai
berikut :
Pasal 12
Setiap orang dilarang:
a.
melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
hutan;
b.
melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang;
c.
melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah;
d.
memuat,
membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil
penebangan di kawasan hutan tanpa izin;
e.
mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama
surat keterangan sahnya hasil hutan;
f.
membawa
alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di
dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
g.
membawa
alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin
pejabat yang berwenang;
h.
memanfaatkan
hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar;
i.
mengedarkan
kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara;
j.
menyelundupkan
kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
melalui sungai, darat, laut, atau udara;
k.
menerima,
membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil
hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar;
l.
membeli,
memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan
yang diambil atau dipungut secara tidak sah; dan/atau
m.
menerima,
menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil
hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara
tidak sah.
Pasal
13
(1) Penebangan pohon dalam kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c merupakan
penebangan pohon yang dilakukan dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak
sampai dengan:
a. 500 (lima ratus) meter dari tepi
waduk atau danau;
b. 200 (dua ratus) meter dari tepi
mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
c. 100 (seratus) meter dari kiri
kanan tepi sungai;
d. 50 (lima puluh) meter dari kiri
kanan tepi anak sungai;
e. 2 (dua) kali kedalaman jurang
dari tepi jurang; dan/atau
f. 130 (seratus tiga puluh) kali
selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
(2) Penebangan pohon yang dilakukan
dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan
untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dihindari
dengan mendapat izin khusus dari Menteri.
Sedangkan ketentuan pidana diatur dalam Pasal 82 s/d
85 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasn
Perusakan Hutan.
[1] Suriansyah Murhaini, op. cit. hlm. 29
[2] Tersedia dalam URL : http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-illegal-logging.html#_ yang diakses pada tanggal 3 Juli
2015
[3] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar